JellyPages.com
Silahkan membaca, silahkan menilai. Enjoy it !

Kamis, 30 Desember 2010

BAB VIII PANDANGAN WARIA DALAM MASYARAKAT

WARIA DARI SEGI SOSIAL
Kaum waria merupakan salah satu penyandang masalah kesejahteraan sosial di Indonesia, baik di tinjau dari segi psikologis, sosial, norma, maupun secara fisik. Kehidupan mereka cenderung hidup bergelamor dan eksklusif atau membatasi diri pada komunitasnya saja. Mereka sering terjerumus pada dunia pelacuran dan hal-hal lain yang menurut agama, aturan, dan nilai masyarakat menyimpang. Secara fisik memang menggambarkan mereka adalah laki-laki tetapi sifat dan perilaku menggambarkan wanita.

Permasalahan sosial yang dihadapi kaum waria di Indonesia termasuk sangat rumit dan kompleks karena berbagai faktor yang kurang mendukung dalam menjalani kehidupannya secara wajar baik yang diakibatkan oleh faktor intern sendiri seperti hidup menyendiri/hanya terbatas pada komunitasnya juga karena faktor ekstern seperti pendidikan terbatas, kemiskinan, ketidaktrampilan, diskriminasi baik dikalangan masyarakat umum maupun oleh keluarganya sendiri. Dengan kondisi dan situasi yang dihadapi oleh kaum waria tersebut membuat mereka cenderung terjerumus pada hal-hal yang menyimpang seperti jadi pelacur, pengemis, pengangguran dan lainnya. Akibat dari perilakunya tersebut berdampak pada masalah kesehatan/penyakit fisik, dan kehidupan sosial, seperti penyakit kelamin, kulit, HIV/AIDS, narkoba dan penyakit menular lainnya. Sedangkan secara sosial mereka terkucikan/didiskriminasi dari masyarakat maupun keluarganya sendiri, mengganggu ketertiban umum, pemalas dan lain-lainnya.

Kalau kondisi tersebut tidak mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah bersama masyarakat maka dampak akibatnya akan semakin besar dan berbahaya bagi kelangsungan hidup bangsa kita baik untuk kaum warianya sendiri maupun masyarakat dan keluarganya. Departemen Sosial sebagai instansi yang menangani permasalahan tersebut telah berupaya untuk mengatasinya secara maksimal. Namun untuk lebih memaksimalkan penanganan bagi kaum waria, maka salah satu solusi yang dianggap penting umtuk segera dilakukan adalah perlunya suatu buku pedoman/acuan dalam memberikan pelayanan dan perlindungan bagi waria. Dengan harapan melalui pedoman tersebut pihak pemda dan instansi terkait, maupun masyarakat dapat melakukan pelayanan dan perlindungan sosial bagi kaum waria.

Waria sebagai bagian dari masyarakat Indonesia dalam konteks keberagaman, pada satu sisi hendaknya dapat ditempatkan sebagai sebuah kenyataan sosial yang tidak terelakan keberadaannya. Pada sisi lain keberadaan Waria bagi sebagian masyarakat Indonesia masih dipandang sebagai bentuk penyimpangan perilaku (deviant behavior) menurut kacamata masyarakat yang menggunakan ukuran normal dan tidak normal serta lazim dan tidak lazim dan ukuran-ukuran sejenis lainnya.
Kedua pandangan dan kondisi masyarakat dalam mensikapi keberadaan waria idealnya tidak selalu dihadapkan secara berhadapan (diametral) yang dikhawatirkan dapat menimbulkan dampak yang kurang mendukung bagi persatuan bangsa, dan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Pembangunan manusia seutuhnya salah satunya dipahami sebagai upaya untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia Indonesia itu sendiri termasuk di dalamnya para Waria. Dalam situasi dan kondisi seperti ini, kedewasaan sebagai bangsa akan teruji dalam mensikapi keberadaan Waria.

Idealnya, memahami Waria hendaknya dipahami secara utuh (holistik), baik sebagai individu maupun anggota masyarakat yang memiliki kelebihan dan berbagai kekurangan. Waria sebagai individu maupun bagian dari masyarakat, didalamnya terdapat potensi-potensi yang memungkinkan dikembangkan kearah yang lebih membangun atau konstruktif bagi upaya untuk memberdayakan Waria dalam pembangunan bangsa. Disamping itu, pada sebagian waria juga terdapat keterbatasan-keterbatasan yang biasanya berdampak pada ketidak keberfungsian
sosialnya, misalnya gangguan dalam beradaptasi dengan lingkunganya, mempertahankan hidup dengan cara yang menyimpang seperti melacurkan diri, mengamen dan menggelandang di jalanan dan sebagainya. Kondisi ini berdampak pada keteraturan sosial dan tatanan sosial masyarakat .

Oleh karena itu, upaya untuk memberdayakan Waria menjadi sebuah tuntutan baik dalam kerangka pembangunan harkat dan martabat mereka maupun dalam upaya perlindungan sosial kepada Waria sebagai bagian dari kelompok minoritas agar tidak terpinggirkan (marginalkan) serta mendapat perlakuan-perlakuan diskriminatif. Sebagai bagian dari bangsa Indonesia, Waria juga memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagaimana warga negara lainnya. Memberdayakan Waria dipahami sebagai upaya meningkatkan potensi yang dimiliki serta meminimalisir kelemahan yang ada pada dirinya. Pada saat yang sama juga dibutuhkan upaya yang sistematis untuk merancang ulang (rekonstruksi) pandangan masyarakat melalui upaya membangun citra (image building) secara positif tentang keberadaan Waria.

Untuk merealisasikan upaya tersebut diatas dibutuhkan dukungan dari berbagai pihak baik dari kalangan pemerintah, masyarakat maupun para Waria itu sendiri. Dukungan dimaksud dipandang sebagai unsur potensial dalam memberdayakan Waria maupun masyarakat pada umumnya.

Waria adalah Individu berciri fisik kelamin pria, tetapi cenderung menampilkan diri sebagai perempuan, baik dalam penampilan maupun perilaku. Ada diantara mereka yang masih mempertahankan ciri fisik laki-laki dan ada pula yang berusaha untuk menghilangkan ciri maskulinitasnya. Waria yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat dan pihak-pihak lain sesuai dengan pendekatan pekerjaan sosial.

Fakta di lapangan, komunitas waria menghadapi kendala dengan adanya orientasi gender yang diberikan oleh masyarakat saat ini yaitu maskulin bagi laki–laki dan feminin bagi perempuan. Sementara itu fisik waria yang laki–laki dengan orientasi gender yang feminin membuat mereka belum sepenuhnya diterima dalam kehidupan sosial. Hal ini mengakibatkan kehidupan waria lebih terbatas aksesnya.

Merujuk pendapat Mamoto Gultom (Danandjaja, 2003:51), yang mengatakan bahwa kaum waria dan komunitasnya kelompok marjinal di Indonesia. Karena mengganggap waria adalah individu maupun komunitas yang tidak sesuai dengan konstruksi gender yang sudah ada, dimana dari segi fisik, waria mempunyai jenis kelamin laki–laki namun mempersepsikan dirinya sebagai perempuan dengan berpakaian perempuan, walaupun ada diantara mereka yang mempunyai alat kelamin pria sejati dan mereka ada yang mempunyai keturunan. Marjinalisasi atau diskriminasi terhadap waria dan komunitasnya, berdampak pada adanya berbagai reaksi terutama dikalangan waria dan pemerintah. Di kalangan waria, mereka memberikan reaksi secara individu, yaitu sebagian dari mereka menunjukkan eksistensi/ keberadaanya dengan menempuh pendidikan yang tinggi, usaha dibidang ekonomi, maupun aktif dalam organisasi sosial budaya, walaupun diantara mereka banyak juga yang terjun ke dunia prostitusi dan menjadi kelompok resiko tinggi terinfeksi HIV/AIDS, gelandangan, waria pengamen di jalanan, dan lain sebagainya sehingga menjadi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Secara kelompok, mereka juga banyak membentuk berbagai organisasi. Sementara respon dari sisi kebijakan pemerintah, terutama Departemen Sosial memandang waria dan komunitas waria menjadi salah satu sasaran pelayanan sosial, termasuk rehabilitasi sosial. Pelayanan sosial yang diberikan akan membantu dan memfasilitasi waria dan komunitasnya agar mampu mengakses kebidang pendidikan, pekerjaan, kesehatan, maupun dalam proses untuk memulihkan kembali kemampuan adaptasi dalam kehidupan sosialnya. Disisi lain, kebijakan sosial juga diarahkan kepada pandangan bahwa waria dan komunitasnya sebagai potensi untuk mendukung proses pelayanan sosial, terhadap sesamanya, antara lain sebagai peer support terhadap komunitas waria.

Data yang berhasil didapatkan dari beberapa Dinas Sosial/Dinas Kesejahteraan Sosial Populasi Waria di Indonesia berjumlah 11.049 orang. Jumlah populasi waria tersebut haruslah juga dipandang sebagai suatu potensi dalam proses pembangunan disegala lini dan sebagai bagian dari kehidupan sosial. Potensi diri waria bisa dilihat secara individu maupun kelompok. Dilihat dari sisi individu, waria haruslah dipandang sebagai pribadi yang mempunyai semangat hidup, kesadaran sebagai bagian dari masyarakat, mempunyai pengetahuan, kemampuan dan
keterampilan. Seperti potensi individu yang berpendidikan tinggi, sudah ada yang bekerja di sektor formal, mempunyai keahlian sebagai entertainer, menjadi designer, presenter, pengelola event organizer, pekerja sosial, penulis, jurnalis, koreografer, mencalonkan diri sebagai anggota komnas HAM, mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, menjadi anggota ormas dan lain–lain. Sedangkan secara kelompok, komunitas waria mempunyai kemampuan yang tidak kalah dari komunitas pada umumnya. Karena mereka dikondisikan oleh situasi penolakan dari keluarga, maupun lingkungan, sehingga sebagai bentuk jawaban atau penolakan tersebut, mereka membentuk kelompok untuk mengekspresikan berbagai kemampuan, ide, gagasan sebagai aktulisasi diri dan kelompok. Beberapa contoh kelompok komunitas waria yang eksis ditingkat nasional diantaranya Yayasan Putri Waria Indonesia yang bergerak dibidang sosial, budaya, kemanusiaan, ekonomi dan politik. Yayasan ini juga akan membentuk cabang diseluruh propinsi di Indonesia. Begitu juga kelompok lainnya yaitu Forum Komunikasi Waria Indonesia. Adapula organisasi atau jejaring yang jangkuan organisasinya bersifat lokal diantaranya IWAMA (Ikatan Waria Malang), dan KKWSS (Kerukunan Keluarga Waria Sulawesi Selatan). Kelompok ini juga membangun jejaring dengan berbagai organisasi, baik yang sejenis maupun bukan (LSM dan instansi pemerintah, mempunyai kelompok-kelompok kesenian, mempunyai kelompok–kelompok diskusi, membantu program pemerintah dalam penanggulangan HIV/AIDS, dan masalah sosial yang lain seperti bencana alam, penanganan anak jalanan, pemberdayaan fakir miskin dan lain–lain).

Sebelum menjelaskan permasalahan yang dihadapi waria, sebaiknya terlebih dahulu mengetahui faktor penyebab seseorang hidup sebagai waria atau yang biasa disebut kelompok transeksual.

Ada tiga faktor penyebab seseorang menjadi waria yaitu :
1. Biogenik
Seseorang menjadi waria disebabkan atau dipengaruhi oleh faktor biologis atau jasmaniah, dimana yang bersangkutan menjadi waria dipengaruhi oleh lebih dominannya hormon seksual perempuan dan merupakan faktor genetik seseorang. Selain itu, neuron yang ada di waria sama dengan neuron yang dimiliki perempuan. Dominannya neuron dan hormon seksual perempuan mempengaruhi pola perilaku seseorang menjadi feminim dan berperilaku perempuan.
2. Psikogenik
Seseorang menjadi waria juga ada yang disebabkan oleh faktor psikologis, dimana pada masa kecilnya, anak laki-laki menghadapi permasalahan psikologis yang tidak menyenangkan baik dengan orang tua, jenis kelamin yang lain, frustasi hetereseksual, adanya iklim keluarga yang tidak harmonis yang mempengaruhi perkembangan psikologis anak maupun keinginan orang tua memiliki anak perempuan namun kenyataannya anaknya adalah seorang laki-laki. Kondisi tersebut, telah menyebabkan perlakuan atau pengalaman psikologis yang tidak menyenangkan dan telah membentuk perilaku laki-laki menjadi feminim bahkan kewanitaan.
3. Sosiogenik
• Keadaan lingkungan sosial yang kurang kondusif akan mendorong adanya penyimpangan perilaku seksual. Berbagai stigma dan pengasingan masyarakat terhadap komunitas waria memposisikan diri waria membentuk atau berkelompok dengan komunitasnya. Kondisi tersebut ikut mendorong para waria untuk bergabung dalam komunitasnya dan semakin matang menjadi seorang waria baik dalam perilaku maupun orientasi sexualnya.
• Dalam beberapa kasus, sulitnya mencari pekerjaan bagi para lelaki tertentu di kota besar menyebabkan mereka mengubah penampilan menjadi waria hanya untuk mencari nafkah dan atau yang lama kelamaan menjadi permanen.
• Pada keluarga tertentu, kesalahan pola asuh yang diterapkan oleh keluarga terhadap anggota keluarganya terutama yang dialami oleh anak laki-lakinya dimasa kecil. Seperti keinginan orang tua memiliki anak perempuan, sehingga ada sikap dan perilaku orang tua yang mempersepsikan anak lelakinya sebagai anak perempuan dengan memberikan pakaian anak perempuan, maupun mendandani anak laki-lakinya layaknya seperti anak perempuan.

Pelayanan waria yang potensial lebih banyak menitik beratkan kepada upaya membangun kesadaran waria dan masyarakat melalui perlindungan dan advokasi sosial, menghilangkan stigna melalui penyuluhan sosial untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang hak asasi waria. Disisi lain waria juga memerlukan konseling untuk memantapkan identitas dirinya sesuai dengan jenis kelamin pilihannya. Bagi waria potensial, mereka dapat mitra Departemen Sosial untuk membina dan menolong sesamanya.

Pelayanan sosial waria berbasis masyarakat menitikberatkan pada peran pekerja sosial serta masyarakat dalam membantu menangani permasalahan dan memenuhi kebutuhan para waria. Pelayanan waria yang potensial lebih banyak menitik beratkan kepada upaya membangun kesadaran waria dan masyarakat melalui perlindungan dan advokasi sosial, menghilangkan stigma melalui penyuluhan sosial masyarakat dan perubahan perilaku waria, menjadikan mereka mitra untuk melakukan penjangkauan serta melatih waria potensial sebagai feer educator, feer konselor dan feer support. Program ini dilakukan secara bersama-sama oleh pemerintah, masyarakat dan waria itu sendiri melalui:
1. Kampanye sosial/penyuluhan sosial
2. Advokasi dan perlindungan sosial/pendampingan
3. Konseling
4. Komunikasi pengubahan perilaku
5. Pelatihan

BAB VII MASYARAKAT PEDESAAN DAN MASYARAKAT PERKOTAAN

Horton dan Hunt (2006:59) mendefinisikan masyarakat sebagai sekumpulan manusia yang secara relative mandiri, yang secara bersama-sama cukup lama, yang mendiami suatu wilayah tertentu, memiliki kebudayaan yang sama, dan melakukan sebagian besar kegiatannya dalam kelompok tersebut.
Pengertian Masyarakat, Unsur Dan Kriteria Masyarakat Dalam Kehidupan Sosial Antar Manusia
Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri, perasaan, keinginan dsb manusia memberi reaksi dan melakukan interaksi dengan lingkungannya. Pola interaksi sosial dihasilkan oleh hubungan yang berkesinambungan dalam suatu masyarakat.

A. Arti Definisi / Pengertian Masyarakat
Berikut di bawah ini adalah beberapa pengertian masyarakat dari beberapa ahli sosiologi dunia.
1. Menurut Selo Sumardjan masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.

2. Menurut Karl Marx masyarakat adalah suatu struktur yang menderita suatu ketegangan organisasi atau perkembangan akibat adanya pertentangan antara kelompok-kelompok yang terbagi secara ekonomi.

3. Menurut Emile Durkheim masyarakat merupakan suau kenyataan objektif pribadi-pribadi yang merupakan anggotanya.

4. Menurut Paul B. Horton & C. Hunt masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok / kumpulan manusia tersebut.

B. Faktor-Faktor / Unsur-Unsur Masyarakat
Menurut Soerjono Soekanto alam masyarakat setidaknya memuat unsur sebagai berikut ini :
1. Berangotakan minimal dua orang.
2. Anggotanya sadar sebagai satu kesatuan.
3. Berhubungan dalam waktu yang cukup lama yang menghasilkan manusia baru yang saling berkomunikasi dan membuat aturan-aturan hubungan antar anggota masyarakat.
4. Menjadi sistem hidup bersama yang menimbulkan kebudayaan serta keterkaitan satu sama lain sebagai anggota masyarakat.

C. Ciri / Kriteria Masyarakat Yang Baik
Menurut Marion Levy diperlukan empat kriteria yang harus dipenuhi agar sekumpolan manusia bisa dikatakan / disebut sebagai masyarakat.
1. Ada sistem tindakan utama.
2. Saling setia pada sistem tindakan utama.
3. Mampu bertahan lebih dari masa hidup seorang anggota.
4. Sebagian atan seluruh anggota baru didapat dari kelahiran / reproduksi manusia.
Masyarakat Perkotaan

sering disebut jg urban community, cirinya :
-keagamaan berkurang -kemungkinan bekerja lebih banyak -jalan kehidupan yg cepat
-mengurus dirinya sendiri -perubahan sosial tampak nyata -jalan pikiran rasional
Masyarakat Pedesaan
A. Pengertian Desa / Pedesaan
Menurut Sutardjo Kartohadikusuma: “Desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan sendiri”. Menurut Bintarto: “Desa merupakan perwujudan atau kesatuan geografi, sosial, ekonomi, politik, dan kultural yang terdapat di situ(suatu daerah) dalam hubungannya dan pengaruhnya secara timbal-balik dengan daerah lain. Menurut Paul H. Landis: “Desa adalah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa.
Ciri-ciri umumnya sebagai berikut:
a) Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa.
b) Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan.
c) Cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam seperti: iklim, keadaan, alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.
d) Sistem kehidupannya berkelompok
e) Termasuk kedalam masyarakat homogen dalam hal mata pencaharian, agama, adat-istiadat
f) Homogenitas Sosial
g) Hubungan primer
h) Kontrol sosial yang ketat
i) Gotong-royong
j) Ikatan sosial
k) Magis religius
B. Hakikat dan Sifat Masyarakat Pedesaan
Menurut Ferdinand Tonies: “Masyarakat pedesaan adalah masayarakat gemeinschaft (paguyuban), dan paguyubanlah yang menyebabkan orang-orang kota menilai sebagai masyarakat itu tenang harmonis, rukun dan damai dengan julukan masyarakat yang adem ayem.” Tetapi sebenarnya di dalam masyarakat pedesaan kita ini mengenal bermacam-macam gejala, diantaranya sebagai berikut:
a) Konflik (pertengkaran)
Pertengkaran terjadi biasanya berkisar pada masalah sehari-hari rumah tangga dan sering menjalar keluar rumah tangga. Sedang sumber banyak pertengkaran itu rupa-rupanya berkisar pada masalah kedudukan dan gengsi, perkawinan, dsb.
b) Kontroversi (pertentangan)
Pertentangan ini bisa disebabkan oleh perubahan konsep-konsep kebudayaan (adat-istiadat), psikologi atau dalam hubungannya dengan guna-guna (black magic).
c) Kompetisi (persiapan)
Masyarakat Pedesaan adalah manusia yang mempunyai sifat-sifat sebagai manusia biasa dan mempunyai saingan dengan manifestasi sebagai sifat ini. Oleh karena itu maka wujud persaingan itu bisa positif dan bisa negatif.
d) Kegiatan pada Masyarakat Pedesaan
Masyarakat pedesaan mempunyai penilaian yang tinggi terhadap mereka yang dapat bekerja keras tanpa bantuan orang lain, jadi jelas bahwa masyarakat pedesaan bukanlah masyarakat yang senang diam-diam tanpa aktivitas.
Menurut Mubiyanto petani di Indonesia mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
a) Petani itu tidak kolot
b) Narimo (menyerah kepada takdir)
C. Sistem Nilai Budaya Petani Indonesia:
a) Pada dasarnya para petani menganggap bahwa hidupnya itu sebagai sesuatu hal yang buruk, penuh dosa, kesengsaraan. Tetapi mereka menyadari bahwa keburukan harus dihadapi sebaik-baiknya dengan penuh usaha dan ikhtiar.
b) Mereka beranggapan bahwa bekerja untuk hidup dan kedudukan jika perlu.
c) Mereka berorientasi masa sekarang, kurang memperdulikan masa depan dan berharap datangnya kembali sang ratu adil yang membawa kekayaan bagi mereka.
d) Mereka menganggap bencana harus diterima dan menyesuaikan diri dengan alam, kurang adanya usaha untuk menguasainya.
e) Untuk menghadapi masalah mereka bergotong-royong dalam menyelesaikannya.
Unsur-unsur Desa
Desa mempunyai beberapa unsur diantaranya :
a) Daerah, merupakan luas dan batas lingkungan geografis setempat.
b) Penduduk, hal yang meliputi jumlah pertambahan, kepadatan, persebaran dan mata pencaharian penduduk desa setempat.
c) Tata kehidupan, menyangkut seluk-beluk kehidupan masyarakat desa.
Fungsi Desa
1. Sebagai suatu daerah pemberian bahan makanan pokok seperti padi, jagung, ketela, disamping bahan makanan lain seperti kacang, kedelai, buah-buahan, dan bahan makanan lain yang berasal dari hewan.
2. Sebagai lumbung bahan mentah dan tenaga kerja.
3. Dari segi kegiatan kerja desa dapat merupakan desa agraris, desa manufaktur, desa industri, desa nelayan, dsb.
Peranan yang menyangkut produksi pangan yang akan menentukan tingkat kerawanan dalam jangka pembinaan ketahanan nasional. Oleh karena itu, peranan masyarakat pedesaan dalam mencapai sasaran swasembada pangan adalah penting sekali, bahkan bersifat vital.
Perbedaan Desa dan Kota
-jumlah dan kepadatan penduduk -stratifikasi sosial -pola interaksi sosial
-lingkungan hidup -corak kehidupan sosial -solidaritas sosial
-mata pencaharian -mobilitas sosial


2. Hubungan Desa dengan Kota

a. masyarakat tersebut bukanlah 2 komunitas yg berbeda
b. bersifat ketergantungan
c. kota tergantung desa dlm memenuhi kebutuhan bahan pangan
d. desa jg merupakan tenaga kasar pd jenis pekerjaan tertentu
e. sebaliknya, kota menghasilkan barang dan jasa yg dibutuhkan desa
f. peningkatan penduduk tanpa diimbangi perluasan kesempatan krj berakibat kepadatan
g. mereka kelompok para penganggur di desa

3. Aspek Positif dan Negatif

Lingkungan kota mengandung 5 unsur yaitu :
1)wisma 2)karya 3)marga 4)suka 5)penyempurnaan

Kelima unsur ini kemudian dirinci dlm perencanaan suatu kota tertentu sesuai dengan tuntutan kebutuhan yg spesifik untuk kota tersebut dimasa yg akan datang

Rumusan pengembangan kota :
-menekan angka kelahiran
-mengalihkan pusat pembangunann pabrik ke pinggir kota
-membendung urbanisasi
-mendirikan kota satelit dimana pembukaan usaha relatif rendah
-meningkatkan fungsi dan peranan kota-kota kecil atau desa yg ada di sekitar kota
-transmigrasi bagi warga miskin dan tidak mempunyai pekerjaan

BAB VI PEMUDA DAN SOSIALISASI

BAB VI PEMUDA DAN SOSIALISASI
Pemuda adalah golongan manusia manusia muda yang masih memerlukan pembinaan dan pengembangan kearah yang lebih baik, agar dapat melanjutkan dan mengisi pembangunan yang kini telah berlangsung, pemuda di Indonesia dewasa ini sangat beraneka ragam, terutama bila dikaitkan dengan kesempatan pendidikan. Keragaman tersebut pada dasarnya tidak mengakibatkan perbedaan dalam pembinaan dan pengembangan generasi muda.
Proses kehidupan yang dialami oleh para pemuda Indonesia tiap hari baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat membawa pengauh yang besar pula dalam membina sikap untuk dapat hidup di masyarakat. Proses demikian itu bisa disebut dengan istilah sosialisasi, proses sosialisasi itu berlangsung sejak anak ada di dunia dan terus akan berproses hingga mencapai titik kulminasi.
jadi jelaslah sekarang keragaman pemuda Indonesia dilihat dari kesempatan pendidikannya serta dihubungkan dengan keragaman penduduk dalam suatu wilayah, maka proses sosialisasi yang dialami oleh para pemuda sangat rumit. Sehubungan dengan perkembangan individu pemuda itu sendiri dan dalam rangka melepaskan diri dari ketergantungan pada orang tua, maka pengalaman-pengalaman yang dialainya itu kadang membingungkan dirinya sendiri.
Pemuda Indonesia
Pemuda dalam pengertian adalah manusia-manusia muda, akan tetapi di Indonesia ini sehubungan dengan adanya program pembinaan generasi muda pengertian pemuda diperinci dan tersurat dengan pasti. Ditinjau dari kelompok umur, maka pemuda Indonesia adalah sebagai berikut :
Masa bayi : 0 – 1 tahun
Masa anak : 1 – 12 tahun
Masa Puber : 12 – 15 tahun
Masa Pemuda : 15 – 21 tahun
Masa dewasa : 21 tahun keatas
Dilihat dari segi budaya atau fungsionalya maka dikenal istilah anak, remaja dan dewasa, dengan perincian sebagia berikut :
Golongan anak : 0 – 12 tahun
Golongan remaja : 13 – 18 tahun
Golongan dewasa : 18 (21) tahun keatas
Usia 0-18 tahun adalah merupakan sumber daya manusia muda, 16 – 21 tahun keatas dipandang telah memiliki kematangan pribadi dan 18(21) tahun adalah usia yagn telah diperbolehkan untuk menjadi pegawai baik pemerintah maupun swasta
Dilihat dari segi ideologis politis, generasi muda adalah mereka yang berusia 18 – 30 – 40 tahun, karena merupakan calon pengganti generasi terdahulu. Pengertian pemuda berdasarkan umur dan lembaga serta ruang lingkup tempat pemuda berada terdiri atas 3 katagori yaitu :
1. siswa, usia antara 6 – 18 tahun, masih duduk di bangku sekolah
2. Mahasiswa usia antara 18 – 25 tahun beradi di perguruan tinggi dan akademi
3. Pemuda di luar lingkungan sekolah maupun perguruan tinggi yaitu mereka yang berusia 15 – 30 tahun keatas.
Akan tetapi, apabila melihat peran pemuda sehubungan dengan pembangunan, peran itu dibedakan menjadi dua yaitu
1. Didasarkan atas usaha pemuda untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan lingkungan. Pemuda dalam hal ini dapat berperan sebagai penerus tradisi dengan jalan menaati tradisi yang berlaku
2. Didasarkan atas usaha menolak menyesuaikan diri dengan lingkungan. Peran pemuda jenis ini dapat dirinci dalam tiga sikap, yaitu : pertama jenis pemuda “pembangkit” mereka adalah pengurai atu pembuka kejelasan dari suatu masalah sosial. Mereka secara tidak langsung ktu mengubah masyarakat dan kebudayaan. Kedua pemuda pdelinkeun atau pemuda nakal. Mereka tidak berniat mengadakan perubahan, baik budaya maupun pada masyarakat, tetapi hanya berusaha memperoleh manfaat dari masyarakat dengan melakukan tidnakan menguntungkan bagi dirinya, sekalipun dalam kenyataannya merugikan. Ketiga, pemuda radikal. Mereka berkeinginan besar untuk mengubah masyarakat dan kebudayaan lewat cara-cara radikal, revolusioner.
Kedudukan pemuda dalam masyarakat adalah sebagai mahluk moral, mahluk sosial. Artinya beretika, bersusila, dijadikan sebagai barometer moral kehidupan bangsa dan pengoreksi. Sebagai mahluk sosial artinya pemuda tidak dapat berdiri sendiri, hidup bersama-sama, dapat menyesuaikan diri dengan norma-norma, kepribadian, dan pandangan hidup yagn dianut masyarakat. Sebagai mahluk individual artinya tidak melakukan kebebasan sebebas-bebasnya, tetapi disertai ras tanggung jawab terhadap diri sendiri, terhadap masyarakat, dan terhadap Tuhan Yang maha Esa.

Sosialisasi Pemuda
Melalui proses sosialisasi, seorang pemuda akna terwarnai cara berpikir dan kebiasaan-kebiasaan hidupnya. Dengan demikian, tingkah laku seseorang akan dapat diramalkan. Dengan proses sosialisasi, seseorang menajdi tahu bagaimana ia mesti bertingkah laku di tengah-tengah masyarakat dan lingkungan budayanya. Dari keadaan tidak atau belum tersosialisasi, menjadi manusia masyarakat dan beradab. Kedirian dan kepribadian melalui proses sosialisasi dapat terbentuk. Dalam hal ini sosialisasi diartikan sebagai proses yang membantu individu melalui belajar dan menyesuaikan diri, bagaiman cari hidup dan bagaimana cara berpikir kelompoknya gar dapat berperan dan berfungsi dalam kelompoknya. Sosialisasi merupakan salah satu proses belajar kebudayaan dari anggota masyarakat dan hubungannya degnan sistem sosial.
Proses sosialisasi banyak ditentukan oleh susunan kebudayaan dan lingkungan sosial yang bersangkutan. Berbeda dengan inkulturasi yang mementingkan nilai-nilai dan norma-norma kebudayaan dalam jiwa individu, sosialisasi dititik beratkan pada soal individu dalam kelompok melalui pendidikan dan perkembangannya. Oleh karena itu proses sosialisasi melahirkan kedirian dan kepribadian seseorang. Kedirian (self) sebagai suatu prosuk sosialisasi, merupakan kesadaran terhadap diri sendri dan memandang adanya pribadi orang lain di luar dirinya. Kesadaran terhadap diri sendiri membuat timbulnya sebutan “aku” atau “saya” sebagai kedirian subyektif yang sulit dipelajari. Asal mula timbulnya kedirian :
1. Dalam proses sosialisasi mendapat bayangan dirinya, yaitu setelah memperhatikan cara orang lain memandang dan memperlakukan dirinya. Misalnya ia tidak disukai, tidak dihargai, tidak dipercaya; atau sebaliknya, ida disayangi, baik budi dandapt dipercaya
2. Dalam proses sosialisasi juga membentuk kedirian yang ideal. Orang bersangkutan mengetahui dengan pasti apa-apa yang harus ia lakukan agar memperoleh penghargaan dari orang lain. Bentuk-bentuk kedirian ini berguna dalam meningkatkan ketaatan anak terhadap norma-norma sosial

Bertitik tolak dari pengertian pemuda, maka sosialisasi pemuda dimulai dari umur 10 tahun dalam lingkungan keluarga, tetangga, sekolah, dan jalur organisasi formal atau informal untuk berperan sebagai mahluk sosial, mahluk individual bagi pemuda
Thomas Ford Hoult, menyebutkan bahwa proses sosialisasi adalah proses belajar individu untuk bertingkah laku sesuai dengan standar yang terdapatdalam kebudayaan masyarakatnya. Menurut R.S. Lazarus, proses sosialisasi adalah proses akomodasi, dengan mana individu menghambat atau mengubah impuls-impuls sesuai dengan tekanan lingkungan, dan mengembangkan pola-pola nilai dan tingkah laku-tingkah laku yang baru yang sesuai dengan kebudayaan masyarakat

INTERNALISASI, BELAJAR DAN SPESIALISASI
Ketiga kata atau istilah tersebut pada dasarnya memiliki pengertian yang hampir sama. Proses berlangsungnya sama yaitu melalui interaksi sosial. istilah internasilasasi lebih ditekankan pada norma-nroma individu yang menginternasilasikan norma-norma tersebut. Istilah belajar ditekankan pada perubahan tingkah laku, yang semula tidak dimiliki sekarang telah dimiliki oleh seorang individu. istilah spesialisasi ditekankan pada kekhususan yagn telah dimiliki oleh seorang individu, kekhususan timbul melalui proses yang agak panjang dan lama

BAB V PELAPISAN SOSIAL DAN KESAMAAN DERAJAT

1. PELAPISAN SOSIAL
A. Pengertian

Masyarakat terbentuk dari individu-individu. Individu-individu yang terdiri dari berbagai latar belakang yang akan membentuk suatu masyarakat heterogen yang terdiri dari kelompok-kelompok social. Hal tersebut mengakibatkan terbentuknya suatu pelapisan masyarakat atau masyarakat yang berstrata.
Masyarakat merupakan suatu kesatuan yang didasarkan pada ikatan-ikatan yang sudah teratur dan boleh dikatakan stabil. Maka, dengan sendirinya masyarakat meripakan kesatuan yang dalam pembentukannya mempunyai gejala yang sama.
Tidak dapat dibayangkan jika masyarakat tanpa individu, ataupun sebaliknya jika individu tanpa adanya masyarakat.
Individu dan masyarakat adalah suatu ikatan komplementer, hal tersebut dapat kita ketahui dari kenyataan, bahwa :
a. manusia dipengaruhi oleh masyarakat demi pembentukan pribadinya,
b. individu mempengaruhi masyrakat dan bahkan bisa menyebabkan (berdasarkan pengaruhnya) perubahan besar masyarakatnya.
Pelapisan Sosial biasa disebut juga dengan Social Stratification. Istilah Strtifikasi atau Stratification berasal dari kata STRATA atau STRATUM yang berarti LAPISAN. Sejumlah individu yang mempunyai kedudukan (status) yang sama menurut ukuran masyarakatnya, dikatakan berada dalam suatu lapisan atau stratum.
Terdapat 2 definisi tentang pelapisan masyrakat, antar lain :
•Pitirim A. Sorokin
“Pelapisan masyarakat adalah perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat (hierarchis).”
•Theodorson dkk dalam Dictionary of Siciology
“Pelapisan masyarakat berarti jenjang status dan peranan yang relative permanent yang terdapat di dalam system social (dari kelompok kecil sampai ke masyarakat) di dalam hal pembedaan hak, pengaruh, dan kekuasaan.
Masyarakat berstratifikasi sering dilukiskan sebagai sebuah kerucut atau piramida, dimana lapisan bawah adalah paling lebar dan lapisan ini menyempit ke atas.
B. PELAPISAN SOSIAL CIRI TETAP KELOMPOK SOSIAL
Pembagian dan pemberian kedudukan yang berhubungan dengan jenis kelamin nampaknya menjadi dasar dari seluruh system social masyarakat kuno. Seluruh masyarakat memberikan sikap dan kegiatan yang berbeda kepada kaum laki-laki dan perempuan. Tetapi hal ini perlu diingat bahwa ketentuan-ketentuan tentang pembagian kedudukan antara laki-laki dan perempuan yang kemudian menjadi dasar daripada pembagian pekerjaan, semata-mata adalah ditentukan oleh system kebudayaan itu sendiri.
Di dalam organisasi masyarakat primitive pun di mana belum mengenai tulisan, pelapisan masyarakat itu sudah ada. Terwujud dalam bentuk sebagai berikut :
1) Adanya kelompok berdasarkan jenis kelamin dan umur dengan pembedaan-pembedaan hak dan kewajiban.
2) Adanya kelompok-kelompok pemimpin suku yang berpengaruh dan memiliki hak-hak istimewa.
3) Adanya pemimpin yang saling berpengaruh.
4) Adanya orang-orang yang dokecilkan dinluar kasta dan orang-orang yang di luar perlindungan hokum (cutlaw men).
5) Adanya pembagian kerja di dalam suku itu sendiri.
6) Adanya pembedaan standar ekonomi dan di dalam ketidaksamaan ekonomi itu secara umum.

C. TERJADINYA PELAPISAN SOSIAL
Terjadi dengan sendirinya
Proses ini berjalan sesuai dengan pertumbuhan masyrakat itu sendiri. Adapun orang-orang yang menduduki lapisan tertentu dibentuk bukan berdasarkan atas kesengajaan yang disusun sebelumnya oleh masyarakat itu, tetapi berjalan secara alamiah dengan sendirinya, pengakuan-pengakuan terhadap kekuasaan dan wewenang tumbuh dengan sendirinya.
Pada pelapisan yang terjadi dengan sendirinya, maka kedudukan seseorang pada sesuatu strata atau pelapisan adalah secara otomatis, misalnya karena usia tua, karena pemilikan kepandaian yang lebih, atau kerabat pembuka, tanah, seseorang yang memiliki bakat seni atau sakti.
Terjadi dengan disengaja
System pelapisan yang disusun dengan sengaja ditujukan untuk mengejar tujuan bersama. Di dalam system pelapisan ini ditentukan secara jelas dan tegas adanya wewenang dan kekuasaan yang diberikan kepada seseorang. Dengan adanya pembagian yang jelas dalam hal wewenang dan kekuasaan ini maka di dalam organisasi itu terdapat keteraturan sehingga jelas bagi setiap orang di tempat mana letaknya kekuasaan dan wewenang yang dimiliki dan dalam suatu organisasi baik secara vertical maupun secara horizontal. Contoh pelapisam yang dibentuk dengan sengaja adalah dalam organisasi pemerintahan, organisasi partai politik, perusahaan besar, perkumpulan-perkumpulan resmi, dan lain-lain. Semua contoh-contoh tersebut termasuk ke dakam organisasi formal. Dan dalam system organisasi mengandung 2 sistem :
- system fungsional
- system skalar
Kelemahan dalam system organisasi antara lain :
Pertama : karena organisasi itu sudah diatur sedemikian rupa, sehingga sering terjadi kelemahan di dalam menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
Kedua : karena organisasi itu telah diatur sedemikian rupa sehingga membatasi kemampuan-kemampuan individual yang sebenarnya mampu tetapi karena kedudukannya yang mengangkat maka tidak memungkinkan untuk mengambil inisiatif.

D. PEMBEDAAN SISTEM PELAPISAN MENURUT SIFATNYA
1) Sistem pelapisan masyarakat yang tertutup
Di dalam system ini perpindahan anggota masyarakat ke lapisan yang lain baik ke atas maupun ke bawah tidak mungkin terjadi, kecuali ada hal-hal yang istimewa. Di dalam system yang demikian itu satu-satunya jalan untuk dapat masuk menjadi anggota dari suatu lapisan dalam masyarakat adalah karena kelahiran. Masyarakat pelapisan tertutup dapat kita temui di Negara India dan masyarakat pelapisan tertutup dapat dibagi menjadi lima macam, diantaranya :
- Kasta Brahmana : terdiri dari golongan-golongan pendeta dan merupakan kasta yang tertinggi
- Kasta Ksatria : terdiri dari golongan bangsawan dan tentara yang dipandang sebagai lapisan kedua.
- Kasta Waisya : terdiri dari golongan pedagang yang dipandang sebagai lapisan menengah ketiga.
- Kasta Sudra : terdiri dari golongan rakyat jelata.
- Paria : terdiri dari mereka yang tidak mempunyai kasta (gelandangan, peminta, dan sebagainya).
Sistem stratifikasi social yang tertutup biasanya juga kita temui di dalam masyarakat feudal atau masyarakat yang berdasarkan realisme.
2) Sistem pelapisan masyarakat yang terbuka
Sistem pelapisan seperti ini dapat kita temui di dalam masyarakat di Indonesia sekarang ini. Setiap orang diberi kesempatan untuk menduduki segala jabatan dila ada kesempatan dan kemampuan untuk itu. Tetapi di samping itu orang juga dapat turun dari jabatannya bila dia tidak mampu mempertahankanNYA. Sistem pelapisan mayarakat terbuka sangat menguntungkan. Sebab setiap warga masyarakat diberi kesempatan untuk bersaing dengan yang lain.

E. BEBERAPA TEORI TENTANG PELAPISAN SOSIAL
Aristoteles : orang kaya, menengah, melarat
Vilfredo pareto : elite dan non-elite
Karl max : kelas yang mempunyai tanah dan alat-alat produksi lainnya dan kelas yang tidak punya

Pelapisan masyarakat dibagi menjadi beberapa kelas :
•Kelas atas (upper class)
•Kelas bawah (lower class)
Kelas menengah (middle class)
•Kelas menengah ke bawah (lower middle class)

Beberapa teori tentang pelapisan masyarakat dicantumkan di sini :
1) Aristoteles mengatakan bahwa di dalam tiap-tiap Negara terdapat tiga unsure, yaitu mereka yang kaya sekali, mereka yang melarat sekali, dan mereka yang berada di tengah-tengahnya.

2) Prof. Dr. Selo Sumardjan dan Soelaiman Soemardi SH. MA. menyatakan bahwa selama di dalam masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargai olehnya dan setiap masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargai.

3) Vilfredo Pareto menyatakan bahwa ada dua kelas yang senantiasa berbeda setiap waktu yaitu golongan Elite dan golongan Non Elite. Menurut dia pangkal dari pada perbedaan itu karena ada orang-orang yang memiliki kecakapan, watak, keahlian dan kapasitas yang berbeda-beda.

4) Gaotano Mosoa dalam “The Ruling Class” menyatakan bahwa di dalam seluruh masyarakat dari masyarakat yang kurang berkembang, sampai kepada masyarakat yang paling maju dan penuh kekuasaan dua kelas selalu muncul ialah kelas pertama (jumlahnya selalu sedikit) dan kelas kedua (jumlahnya lebih banyak).

5) Karl Mark menjelaskan terdapat dua macam di dalam setiap masyarakat yaitu kelas yang memiliki tanah dan alat-alat produksi lainnya dan kelas yang tidak mempunyainya dan hanya memiliki tenaga untuk disumbangkan di dalam proses produksi.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan jika masyarakat terbagi menjadi lapisan-lapisan social, yaitu :
a ukuran kekayaan
b.ukuran kekuasaan
c.ukuran kehormatan
d.ukuran ilmu pengetahuan

BAB IV WARGA NEGARA DAN NEGARA

1.Hukum, Negara dan Pemerintah

A. Hukum
Menurut JCT.Simorangkir SH.Hukum adalah Peraturan-peraturan yg memaksa, yg menentukan tingkah laku manusia dalam masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yg berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan.

 a. ciri-ciri dan sifat hukum :
1.     adanya perintah atau larangan
2.     perintah/larangan tsb harus dipatuhi setiap orang
b. sumber-sumber hukum
ialah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-atran yang mempunyai kekuatan memaksa yang jika di langgar mendpt sangsi yang tegas dan nyata


>sumber hukum material :
-     politik,
-     sejarah,
-     ekonomi dll
>Sumber hukum formal :
-     Undang-undang (statute), peraturan yang kekuasaan hukumnya mengikat, di adakan dan dipelihara oleh penguasa negara,
-     Kebiasaan (costum), perbuatan manusia yang dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama dan diterima masyarakat,
-     Keputusan hakim (yurisprudensi), keputusan yang terdahulu sering dijadikan dasar keputusan hakim mengenai masalah yang sama,
-     Traktat (treaty), perjanjian antara 2 orang atau lebih mengenai sesuatu hal yang saling terikat dengan isi perjanjian tersebut,
-     Pendapat sarjana
c. Ciri dan sifat hukum
A.  Adanya perintah atau larangan
B.  Perintah atau laranagn itu harus dipatuhi oleh setiap orang
  • Pembagian hukum
  • Menurut sumbernya :
-     Hukum Undang-undang, tercantum dalam perundangan,
-     Hukum Kebiasaan, terletak pada kebiasaan (adat),
-     Hukum Traktat, ditetapkan negara dalam 1 perjanjian,
-     Hukum Yurisprudensi, terjadi karena keputusan hakim
  • Menurut tempat berlakunya :
-     Hukum Nasional, hukum dalam suatu negara,
-     Hukum Internasional, yang mengatur hubungan internasional,
-     Hukum Asing, hukum dalam negara lain,
-     Hukum Gereja, norma gereja yang ditetapkan oleh anggota – anggotanya
  • Menurut bentuknya :
-     Hukum tertulis, yang dikodifikasi (yang telah dibukukan jenisnya secara sistematis dan lengkap, tak terkodifikasi,
-     Hukum tak tertulis
  • Menurut cara mempertahankan :
-     Hukum Material, yang memuat peraturan kepentingan dan hubungan yang berwujud perintah dan larangan,
-     Hukum Formal (hukum proses atau acara), yang mengatur bagaimana cara melaksanakan dan mempertahankan hukum material atau peraturan yang mengatur cara mengajukan suatu perkara kemuka pengadilan dan bagaimana cara hakim memberi keputusan
  • Menurut waktu berlakunya :
-     Ius Constitutum (hukum positif), berlaku sekarang bagi masyarakat dalam daerah tertentu,
-     Ius Constituendum, diharapkan berlaku di waktu yang akan datang,
-     Hukum Asasi (hukum alam), berlaku dalam dalam segala bangsa didunia
  • Menurut sifatnya :
-     Hukum yang memaksa, hukum dalam keadaan apapun harus  dan mempunyai paksaan mutlak,
-     Hukum yang mengatur (pelenkap), hukum yang dapat dikesampingkan
  • Tugas pokok negara :
1.Mengatur dan mengendalikan gejala kekuasaan asocial,
2. Mengorganisir dan megintegrasikan kegiatan manusia dan golongan kearah tercapainya tujuan dari masyarakat seluruh atau tujuan social,
Sistem hukum terurai dalam 3 komponen, yaitu :
- Substansi,
- Struktur, dan
- Kultur
  • Menurut isinya :
-     Hukum Privat (hukum sipil), mengatur hubungan orang satu dengan orang lainnya dengan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan,
-     Hukum Publik (hukum Negara), yang mengatur hubungan antar negara dan alat perlengkapan
  • Menurut wujudnya :
-     Hukum Obyektif, hukum dalam suatu nehara yang berlaku umum dan tidak mengenai orang atau golongan tertentu,
-     Hukum Subyektif, hukum yang timbul dari hubungan obyektif dan berlaku bagi seseorang tertentu atau lebih
10 aspek penganalisa dalam proses interaksi masyarakat, yaitu :
1.  Jangan mengidentifikasi hukum dengan kebenaran keadilan,
2.  Tidak dengan sendirinya harus adil dan benar,
3.  Hukum tetap mengabdikan diri menjamin kegiatan masa, system dan bentuk pemerintahan,
4.  Meskipun mengandung unsur keadilan tidak selamanya disambut dengan tangan terbuka,
5.  Hukum dapat didefinisikan dengan kekuatan atas kekuasaan,
6.  Macam-macam hukum terlalu dipukul – ratakan,
7.  Jangan apriori hukum adat lebih baik dari hukum tertulis
8.  Jangan mencampur adukan substansi hukum dengan proses sampai terbentuk dasar
9.  Jangan mencampur adukan law is activis dengan law in books dari aparat penegak hukum
1.     Jangan menganggap sama aspek terjang penegak hukum dengan hukum



c. pembagian hukum
1. menurut sumbernya
2. menurut bentuknya
3. menurut tempat berlakunya
4. menurut waktu berlakunya
5. menurut cara mempertahankannya
6. menurutu sifatnya
7. menurut wujudnya
8. menurut isinya

Sistem hukum terurai menjadi 3 yaitu
1. substansi 2. struktur 3. kultur

B. Negara

Tujuan utama negara :
1.     Mengatur dan menertibkan gejala-gejala dalam masyarakat yang bertentangan satu sama lain
2.     Mengatur dan menyatukan kegiatan manusia dan golongan untuk menciptakan tujuan bersama yang disesuaikan dan diarahkan pada tujuan negara

a. sifat-sifat negara
1. sifat memaksa 2. sifat monopoli 3. sifat mencakup semua

b. bentuk negara
1. negara kesatuan 2. negara serikat

c. unsur-unsur negara harus ada:

1. Memiliki Wilayah
Untuk mendirikan suatu negara dengan kedaulatan penuh diperlukan wilayah yang terdiri atas darat, laut dan udara sebagai satu kesatuan. Untuk wilayah yang jauh dari laut tidak memerlukan wilayah lautan. Di wilayah negara itulah rakyat akan menjalani kehidupannya sebagai warga negara dan pemerintah akan melaksanakan fungsinya.
2. Memiliki Rakyat
Diperlukan adanya kumpulan orang-orang yang tinggal di negara tersebut dan dipersatukan oleh suatu perasaan. Tanpa adanya orang sebagai rakyat pada suatu ngara maka pemerintahan tidak akan berjalan. Rakyat juga berfungsi sebagai sumber daya manusia untuk menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari.
3. Pemerintahan Yang Berdaulat
Pemerintahan yang baik terdiri atas susunan penyelengara negara seperti lembaga yudikatif, lembaga legislatif, lembaga eksekutif, dan lain sebagainya untuk menyelengarakan kegiatan pemerintahan yang berkedaulatan.
4. Pengakuan Dari Negara Lain
Untuk dapat disebut sebagai negara yang sah membutuhkan pengakuan negara lain baik secara de facto (nyata) maupun secara de yure. Sekelompok orang bisa saja mengakui suatu wilayah yang terdiri atas orang-orang dengan sistem pemerintahan, namun tidak akan disetujui dunia internasional jika didirikan di atas negara yang sudah ada.


Adapun tujuan negara itu bermacam-macam diantaranya :
1. Perluasan kekuasaan semata
2. Perluasan kekuasaan untuk mencapai tujuan lain
3. Penyelenggaraan ketertiban hukum
4. Penyelenggaraan kesejahteraan umum

TEORI TUJUAN NEGARA
1)   Teori Kekuasaan
1.     Shang Yang, yang hidup di negeri China sekitar abad V-IV SM menyatakan bahwa tujuan negara adalah pembentukan kekuasaan negara yang sebesar-besarnya. Menurut dia, perbedaan tajam antara negara dengan rakyat akan membentuk kekuasaan negara. “A weak people means a strong state and a strong state means a weak people. Therefore a country, which has the right way, is concerned with weakening the people.”
Sepintas ajaran Shang Yang sangat kontradiktif karena menganggap upacara, musik, nyanyian, sejarah, kebajikan, kesusilaan, penghormatan kepada orangtua, persaudaraan, kesetiaan, ilmu (kebudayaan, ten evils) sebagai penghambat pembentukan kekuatan negara untuk dapat mengatasi kekacauan (yang sedang melanda China saat itu). Kebudayaan rakyat harus dikorbankan untuk kepentingan kebesaran dan kekuasaan negara.
1.     Niccolo Machiavelli, dalam bukunya Il Principe menganjurkan agar raja tidak menghiraukan kesusilaan maupun agama. Untuk meraih, memertahankan dan meningkatkan kekuasaannya, raja harus licik, tak perlu menepati janji, dan berusaha selalu ditakuti rakyat. Di sebalik kesamaan teorinya dengan ajaran Shang Yang, Machiavelli menegaskan bahwa penggunaan kekuasaan yang sebesar-besarnya itu bertujuan luhur, yakni kebebasan, kehormatan dan kesejahteraan seluruh bangsa.
2)   Teori Perdamaian Dunia
Dalam bukunya yang berjudul De Monarchia Libri III, Dante Alleghiere (1265-1321) menyatakan bahwa tujuan negara adalah untuk mewujudkan perdamaian dunia. Perdamaian dunia akan terwujud apabila semua negara merdeka meleburkan diri dalam satu imperium di bawah kepemimpinan seorang penguasa tertinggi. Namun Dante menolak kekuasaan Paus dalam urusan duniawi. Di bawah seorang mahakuat dan bijaksana, pembuat undang-undang yang seragam bagi seluruh dunia, keadilan dan perdamaian akan terwujud di seluruh dunia.
3)   Teori Jaminan atas Hak dan Kebebasan Manusia
1.     Immanuel Kant (1724-1804) adalah penganut teori Perjanjian Masyarakat karena menurutnya setiap orang adalah merdeka dan sederajat sejak lahir. Maka Kant menyatakan bahwa tujuan negara adalah melindungi dan menjamin ketertiban hukum agar hak dan kemerdekaan warga negara terbina dan terpelihara. Untuk itu diperlukan undang-undang yang merupakan penjelmaan kehendak umum (volonte general), dan karenanya harus ditaati oleh siapa pun, rakyat maupun pemerintah. Agar tujuan negara tersebut dapat terpelihara, Kant menyetujui azas pemisahan kekuasaan menjadi tiga potestas (kekuasaan): legislatoria, rectoria, iudiciaria (pembuat, pelaksana, dan pengawas hukum).
Teori Kant tentang negara hukum disebut teori negara hukum murni atau negara hukum dalam arti sempit karena peranan negara hanya sebagai penjaga ketertiban hukum dan pelindung hak dan kebebasan warga negara, tak lebih dari nightwatcher, penjaga malam). Negara tidak turut campur dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Pendapat Kant ini sangat sesuai dengan zamannya, yaitu tatkala terjadi pemujaan terhadap liberalisme (dengan semboyannya: laissez faire, laissez aller). Namun teori Kant mulai ditinggalkan karena persaingan bebas ternyata makin melebarkan jurang pemisah antara golongan kaya dan golongan miskin. Para ahli berusaha menyempurnakan teorinya dengan teori negara hukum dalam arti luas atau negara kesejahteraan (Welfare State). Menurut teori ini, selain bertujuan melindungi hak dan kebebasan warganya, negara juga berupaya mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh warga negara.
1.     Kranenburg termasuk penganut teori negara kesejahteraan. Menurut dia, tujuan negara bukan sekadar memelihara ketertiban hukum, melainkan juga aktif mengupayakan kesejahteraan warganya. Kesejahteran pun meliputi berbagai bidang yang luas cakupannya, sehingga selayaknya tujuan negara itu disebut secara plural: tujuan-tujuan negara. Ia juga menyatakan bahwa upaya pencapaian tujuan-tujuan negara itu dilandasi oleh keadilan secara merata, seimbang.
Selain beberapa teori tersebut, ada pula ajaran tentang tujuan negara sebagai berikut:
1.     Ajaran Plato: Negara bertujuan memajukan kesusilaan manusia sebagai individu dan makhluk sosial.
2.     Ajaran Teokratis (Kedaulatan Tuhan): Negara bertujuan mencapai kehidupan yang aman dan ternteram dengan taat kepada Tuhan. Penyelenggaraan negara oleh pemimpin semata-mata berdasarkan kekuasaan Tuhan yang dipercayakan kepadanya. Tokoh utamanya: Augustinus, Thomas Aquino)
3.     Ajaran Negara Polisi: Negara bertujuan mengatur kemanan dan ketertiban masyarakat (Immanuel Kant).
4.     Ajaran Negara Hukum: Negara bertujuan menyelenggarakan ketertiban hukum dan berpedoman pada hukum (Krabbe). Dalam negara hukum, segala kekuasaan alat-alat pemerintahannya didasarkan pada hukum. Semua orang – tanpa kecuali – harus tunduk dan taat kepada hukum (Government not by man, but by law = the rule of law). Rakyat tidak boleh bertindak semau gue dan menentang hukum. Di dalam negara hukum, hak-hak rakyat dijamin sepenuhnya oleh negara, sebaliknya rakyat berkewajiban mematuhi seluruh peraturan pemerintah/ negaranya.
5.     Negara Kesejahteraan (Welfare State = Social Service State): Negara bertujuan mewujudkan kesejahteraan umum. Negara adalah alat yang dibentuk rakyatnya untuk mencapai tujuan bersama, yaitu kemakmuran dan keadilan sosial.

Fungsi Negara
Tujuan negara merupakan suatu harapan atau cita-cita yang akan dicapai oleh negara, sedangkan fungsi negara merupakan upaya atau kegiatan negara untuk mengubah harapan itu menjadi kenyataan. Maka, tujuan negara tanpa fungsi negara adalah sia-sia, dan sebaliknya, fungsi negara tanpa tujuan negara tidak menentu.
Minimal, setiap negara harus melaksanakan fungsi:
1.     penertiban (law and order): untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah terjadinya konflik, negara harus melaksanakan penertiban, menjadi stabilisator;
2.     mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat;
3.     pertahanan, menjaga kemungkinan serangan dari luar;
4.     menegakkan keadilan, melalui badan-badan pengadilan.
Menurut Charles E. Merriam, fungsi negara adalah: keamanan ekstern, ketertiban intern, keadilan, kesejahteraan umum, kebebasan. Sedangkan R.M. MacIver berpendapat bahwa fungsi negara adalah: ketertiban, perlindungan, pemeliharaan dan perkembangan.
Beberapa teori fungsi negara:
1)      Teori Anarkhisme, Secara etimologis, anarkhi (kata Yunani: αν = tidak, bukan, tanpa; αρκειν = pemerintah, kekuasaan) berarti tanpa pemerintahan atau tanpa kekuasaan.
Penganut anarkhisme menolak campurtangan negara dan pemerintahan karena menurutnya manusia menurut kodratnya adalah baik dan bijaksana, sehingga tidak memerlukan negara/pemerintahan yang bersifat memaksa dalam penjaminan terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat. Fungsi negara dapat diselenggarakan oleh perhimpunan masyarakat yang dibentuk secara sukarela, tanpa paksaan, tanpa polisi, bahkan tanpa hukum dan pengadilan. Anarkhisme menghendaki masyarakat bebas (tanpa terikat organisasi kenegaraan) yang mengekang kebebasan individu.
a)      Anarkhisme filosofis menganjurkan pengikutnya untuk menempuh jalan damai dalam usaha mencapai tujuan dan menolak penggunaan kekerasan fisik. Tokohnya: William Goodwin (1756-1836), Kaspar Schmidt (1805-1856), P.J. Proudhon (1809-1865), Leo Tolstoy (1828-1910).
b)      Anarkhisme revolusioner mengajarkan bahwa untuk mencapai tujuan, kekerasan fisik dan revolusi berdarah pun boleh digunakan. Contoh ekstrim anarkhisme revolusioner terjadi di Rusia pada tahun 1860 dengan nama nihilisme, yaitu gerakan yang mengingkari nilai-nilai moral, etika, ide-ide dan ukuran-ukuran konvensional. Tujuan menghalalkan cara. Tokohnya: Michael Bakunin (1814-1876).
2) Teori Individualisme
Individualisme adalah suatu paham yang menempatkan kepentingan individual sebagai pusat tujuan hidup manusia. Menurut paham ini, negara hanya berfungsi sebagai sarana pemenuhan kebutuhan setiap individu. Negara hanya bertugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat (penjaga malam), tidak usah ikut campur dalam urusan individu, bahkan sebaliknya harus memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada setiap individu dalam kehidupannya. Individualisme berjalan seiring dengan liberalisme yang menjunjung tinggi kebebasan perseorangan. Di bidang ekonomi, liberalisme menghendaki persaingan bebas. Yang bermodal lebih kuat/ besar layak memenangi persaingan. Sistem ekonomi liberal biasa disebut kapitalisme.
3) Teori Sosialisme
Sosialisme merupakan suatu paham yang menjadikan kolektivitas (kebersamaan) sebagai pusat tujuan hidup manusia. Penganut paham ini menganggap bahwa dalam segala aspek kehidupan manusia, kebersamaan harus diutamakan. Demi kepentingan bersama, kepentingan individu harus dikesampingkan. Maka, negara harus selalu ikut campur dalam segala aspek kehidupan demi tercapainya tujuan negara, yaitu kesejahteraan yang merata bagi seluruh rakyat.
Pelaksanaan ajaran sosialisme secara ekstrim dan radikal-revolusioner merupakan embrio komunisme yang tidak mengakui adanya hak milik perorangan atas alat-alat produksi dan modal. Yang tidak termasuk alat-alat produksi dijadikan milik bersama (milik negara). Di negara komunis selalu diseimbangkan status quo keberadaan dua kelas masyarakat: pemilik alat produksi dan atau modal serta yang bukan pemilik alat produksi (buruh).
Fungsi negara menurut ajaran komunisme adalah sebagai alat pemaksa yang digunakan oleh kelas pemilik alat-alat produksi terhadap kelas/ golongan masyarakat lainnya untuk melanggengkan kepemilikannya.
Sosialisme dan komunisme memiliki tujuan yang sama, yaitu meluaskan fungsi negara dan menuntut penguasaan bersama atas alat-alat produksi, sedangkan perbedaannya adalah:
Sosialisme
1.     usaha pencapaian tujuan negara harus menempuh cara-cara damai
2.     masih mengakui hak milik pribadi/ perorangan dalam batas-batas tertentu
Komunisme
1.     menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan negara, bila perlu dengan revolusi berdarah
2.     sama sekali tidak mengakui hak milik perorangan

Tujuan negara Republik Indonesia:
1. Melindungi segenap bangsan dan seluruh tumpah darah indonesia
2. Memajukan kesejahteraan umum
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia

a. sifat-sifat kedaulatan
1. permanen
2. absolut
3. tidak tebagi-bagi
4. tidak terbatas

b. sumber kedaulatan
1. teori kedaulatan Tuhan
2. teori kedaulatan Rakyat
3. teori kedaulatan Negara
4. teori kedaulatan Hukum

Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto mencoba menghimpun berbagai pengertian yang dibenarkan oleh masyarakat terhadap hokum, sebagai berikut :
1. Hukum sebagai ilmu pengetahuan
2. Hukum sebagai disiplin
3. Hukum sebagai kaidah
4. Hukum sebagai tata hokum
5. Hukum sebagai petugas
6. Hukum sebagai keputusan penguasa
7. Hukum sebagai proses pemerintah
8. Hukum sebagai sikap
9. Hukum sebagai jalinan nilai-nilai

Menurut anglo saxon, the rule of law memiliki 3 unsur yaitu :
1. supremasi hukum
2. persamaan kedudukan di depan hukum bagi setiap orang
3. konstitusi bukan merupakan sumber bagi Hak Asasi Manusia

C. Pemerintah
Arti luas : segala kegiatan/usaha yg teroganisir,bersumber pada kedaulatan dan berlandaskan dasar negara
Arti sempit : pendapat montesquieu, maka hanyalah tugas, kewajiban dan kekuasaan negara di bidang eksekutif

2. Warga Negara dan Negara
a. Penduduk adalah mereka yg telah memenuhi syarat-syarat tertentu penduduk dibedakan menjadi :
1. penduduk warga negara
2. penduduk bukan warga negara
b. Penduduk bukan warga negara adalah mereka yg berada dalam wilayah suatu negara

1. asas kewarganegaraan
a. kriterium kelahiran menurut asas keibubapaan atau disebut “ius sanguinis”
b. kriterium kelahiran menurut asas tempat kelahiran atau dissebut “ius soli”
Pelaksanaan kedua stelsel ini dibedakan dalam :
-hak opsi yaitu hak untuk memilih kewarganegaraan (stelsel aktif)
-hak repudiasi yaitu hak untuk menolak kewarganegaraan (stelsel pasif)

2. naturalis atau pewarganegaraan
Adalah suatu proses hukum yg menyebabkan seseorang dengan syarat-syarat tertentu mempunyai kewarganegaraan
Di indonesia siapa-siapa yg menjadi warga negara telah disebutkan di dlm pasal 26 UUD 1945, yaitu :
1. Yang menjadi warganegara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan undang-undang sebagai warga negara.
2. Syarat-syarat mengenai warganegara ditetapkan dengan undang-undang

Dalam penjelasan umum UU. No. 62 tahun 1958, dikatakan bahwa kewarganegaraan RI. Diperoleh :
a. Karena kelahiran
b. Karena pengangkatan
c. Karena dikabulkan permohonan
d. Karena pewarganegaraan
e. Karena atau akibat dari perkawinan
f. Karena turunan ayah/ ibunya
g. Karena pernyataan

Kewarganegaraan
Kewarganegaraan merupakan keanggotaan seseorang dalam satuan politik tertentu (secara khusus:negara) yang dengannya membawa hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik. Seseorang dengan keanggotaan yang demikian disebut warga negara. Seorang warga negara berhak memiliki paspor dari negara yang dianggotainya.
Kewarganegaraan merupakan bagian dari konsep kewargaan (bahasa inggris: citizenship). Di dalam pengertian ini, warga suatu kota atau kabupaten disebut sebagai warga kota atau warga kabupaten, karena keduanya juga merupakan satuan politik. Dalam otonomi daerah, kewargaan ini menjadi penting, karena masing-masing satuan politik akan memberikan hak (biasanya sosial) yang berbeda-beda bagi warganya.
Kewarganegaraan memiliki kemiripan dengan kebangsaan (bahasa inggris: nationality). Yang membedakan adalah hak-hak untuk aktif dalam perpolitikan. Ada kemungkinan untuk memiliki kebangsaan tanpa menjadi seorang warga negara (contoh, secara hukum merupakan subyek suatu negara dan berhak atas perlindungan tanpa memiliki hak berpartisipasi dalam politik). Juga dimungkinkan untuk memiliki hak politik tanpa menjadi anggota bangsa dari suatu negara.
Di bawah teori kontrak sosial, status kewarganegaraan memiliki implikasi hak dan kewajiban. Dalam filosofi "kewarganegaraan aktif", seorang warga negara disyaratkan untuk menyumbangkan kemampuannya bagi perbaikan komunitas melalui partisipasi ekonomi, layanan publik, kerja sukarela, dan berbagai kegiatan serupa untuk memperbaiki penghidupan masyarakatnya. Dari dasar pemikiran ini muncul mata pelajaran Kewarganegaraan (bahasa inggris: Civics) yang diberikan di sekolah-sekolah.


Kewarganegaraan Republik Indonesia
http://bits.wikimedia.org/skins-1.5/common/images/magnify-clip.pngSeorang Warga Negara Indonesia (WNI) adalah orang yang diakui oleh UU sebagai warga negara Republik Indonesia. Kepada orang ini akan diberikan Kartu Tanda Penduduk, berdasarkan Kabupaten atau (khusus DKI Jakarta) Provinsi, tempat ia terdaftar sebagai penduduk/warga. Kepada orang ini akan diberikan nomor identitas yang unik (Nomor Induk Kependudukan, NIK) apabila ia telah berusia 17 tahun dan mencatatkan diri di kantor pemerintahan. Paspor diberikan oleh negara kepada warga negaranya sebagai bukti identitas yang bersangkutan dalam tata hukum internasional.
Kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam UU no. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Menurut UU ini, orang yang menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) adalah
1.     setiap orang yang sebelum berlakunya UU tersebut telah menjadi WNI
2.     anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah dan ibu WNI
3.     anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu warga negara asing (WNA), atau sebaliknya
4.     anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI dan ayah yang tidak memiliki kewarganegaraan atau hukum negara asal sang ayah tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut
5.     anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah, dan ayahnya itu seorang WNI
6.     anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNI
7.     anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNA yang diakui oleh seorang ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 tahun atau belum kawin
8.     anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya.
9.     anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui
10.                        anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak memiliki kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya
11.                        anak yang dilahirkan di luar wilayah Republik Indonesia dari ayah dan ibu WNI, yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan
12.                        anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
Selain itu, diakui pula sebagai WNI bagi
1.     anak WNI yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 tahun dan belum kawin, diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing
2.     anak WNI yang belum berusia lima tahun, yang diangkat secara sah sebagai anak oleh WNA berdasarkan penetapan pengadilan
3.     anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal di wilayah RI, yang ayah atau ibunya memperoleh kewarganegaraan Indonesia
4.     anak WNA yang belum berusia lima tahun yang diangkat anak secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh WNI.
Kewarganegaraan Indonesia juga diperoleh bagi seseorang yang termasuk dalam situasi sebagai berikut:
1.     Anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal di wilayah Republik Indonesia, yang ayah atau ibunya memperoleh kewarganegaraan Indonesia
2.     Anak warga negara asing yang belum berusia lima tahun yang diangkat anak secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh warga negara Indonesia
Di samping perolehan status kewarganegaraan seperti tersebut di atas, dimungkinkan pula perolehan kewarganegaraan Republik Indonesia melalui proses pewarganegaraan. Warga negara asing yang kawin secara sah dengan warga negara Indonesia dan telah tinggal di wilayah negara Republik Indonesia sedikitnya lima tahun berturut-turut atau sepuluh tahun tidak berturut-turut dapat menyampaikan pernyataan menjadi warga negara di hadapan pejabat yang berwenang, asalkan tidak mengakibatkan kewarganegaraan ganda.
Berbeda dari UU Kewarganegaraan terdahulu, UU Kewarganegaraan tahun 2006 ini memperbolehkan dwikewarganegaraan secara terbatas, yaitu untuk anak yang berusia sampai 18 tahun dan belum kawin sampai usia tersebut. Pengaturan lebih lanjut mengenai hal ini dicantumkan pada Peraturan Pemerintah no. 2 tahun 2007.
Dari UU ini terlihat bahwa secara prinsip Republik Indonesia menganut asas kewarganegaraan ius sanguinis; ditambah dengan ius soli terbatas (lihat poin 8-10) dan kewarganegaraan ganda terbatas.